Wednesday, October 29, 2008
Tuesday, October 14, 2008
Ghibah
Ghibah adalah penyakit hati yang memakan kebaikan, mendatangkan keburukan serta membuang-buang waktu secara sia-sia. Penyakit ini meluas di masyarakat karena kurangnya pemahaman agama, kehidupan yang semakin mudah dan banyaknya waktu luang. Kemajuan teknologi, telepon misalnya, juga turut menyebarkan penyakit masyarakat ini.
Hakikat Ghibah
Ghibah adalah membicarakan orang lain dengan hal yang tidak disenanginya bila ia mengetahuinya, baik yang disebut-sebut itu kekurangan yang ada pada badan, nasab, tabiat, ucapan maupun agama hingga pada pakaian, rumah atau harta miliknya yang lain. Menyebut kekurangannya yang ada pada badan seperti mengatakan ia pendek, hitam, kurus dan lain sebagainya. Atau pada agamanya seperti mengatakan ia pembohong, fasik, munafik dan lain-lain. Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah, dan saat diperingatkan ia menjawab: "Yang saya katakan ini benar adanya!" Padahal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah ghibah. Ketika ditanyakan kepada beliau, bagaimana bila yang disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yang sedang digunjing-kan, beliau menjawab: "Jika yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut, maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yang engkau sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut, maka engkau telah melakukan dusta atasnya." (HR. Muslim)
Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja, namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran bibir dan sebagainya. Sebab intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Ketika wanita itu sudah pergi, 'Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam lantas bersabda: "Engkau telah melakukan ghibah!" Semisal dengan ini adalah gerakan memperagakan orang lain seperti menirukan cara jalan seseorang, cara berbicaranya dan lain-lain. Bahkan yang demikian ini lebih parah daripada ghibah, karena di samping mengandung unsur memberitahu kekurangan orang, juga mengandung tujuan mengejek atau meremehkan.
Tak kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan, karena tulisan adalah lisan kedua. Media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yang paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian, sensor perasaan malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari.
Bentuk Ghibah
Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk, yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya' seperti mengatakan: "Saya berlindung kepada Allah dari perbuatan yang tidak tahu malu semacam ini, semoga Allah menjagaku dari perbuatan itu." padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang lain, namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya. Kadang orang melakukan ghibah dengan cara pujian, seperti mengatakan: "Betapa baik orang itu, tidak pernah meninggalkan kewajibannya, namun sayang ia mempunyai perangai seperti yang banyak kita miliki, kurang sabar." Ia menyebut juga dirinya dengan maksud mencela orang lain dan mengisyaratkan dirinya termasuk golongan orang-orang shalih yang selalu menjaga diri dari ghibah. Bentuk ghibah yang lain misalnya mengucapkan: "Saya kasihan terhadap teman kita yang selalu diremehkan ini. Saya berdoa kepada Allah agar dia tidak lagi diremehkan." Ucapan semacam ini bukanlah doa, karena jika ia menginginkan doa untuknya, tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan tidak menguta-rakannya semacam itu.
Ghibah yang Dibolehkan
Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar, dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah. Setidaknya ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan:
Pertama: Melaporkan perbuatan aniaya. Orang yang teraniaya boleh mela-porkan kepada hakim dengan mengatakan ia telah dianiaya oleh seseorang. Pada dasarnya ini adalah perbuatan ghibah, namun karena dimaksudkan untuk tujuan yang benar, maka hal ini diperbolehkan dalam agama.
Kedua: Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu seseorang keluar dari perbuatan maksiat, seperti mengutarakan kepada orang yang mem-punyai kekuasaan untuk mengubah kemungkaran: "Si Fulan telah berbuat tidak benar, cegahlah dia!" Maksudnya adalah meminta orang lain untuk mengubah kemungkaran. Jika tidak bermaksud demikian, maka ucapan tadi adalah ghibah yang diharamkan.
Ketiga: Untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dengan mengucapkan: "Ayah saya telah berbuat begini kepada saya, apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?" Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya: "Bagaimana hukum-nya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya, apakah hal itu diperboleh-kan?" Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu.
Keempat: Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin . Contoh dalam hal ini adalah jarh (menyebut cela perawi hadits) yang dilakukan para ulama hadits. Hal ini diper-bolehkan menurut ijma' ulama, bahkan menjadi wajib karena mengandung masla-hat untuk umat Islam.
Kelima: Bila seseorang berterus terang dengan menunjukkan kefasikan dan kebid'ahan, seperti minum arak, berjudi dan lain sebagainya, maka boleh menyebut seseorang tersebut dengan sifat yang dimaksudkan, namun ia tidak boleh menyebutkan aib-aibnya yang lain.
Keenam: Untuk memberi penjelasan dengan suatu sebutan yang telah masyhur pada diri seseorang. Seperti menyebut dengan sebutan si bisu, si pincang dan lainnya. Namun hal ini tidak diperbolehkan bila dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan seseorang. Tapi alangkah baiknya bila memanggilnya dengan julukan yang ia senangi.
Taubat dari Ghibah
Menurut ijma' ulama ghibah termasuk dosa besar. Pada dasarnya orang yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan; kejahatan terhadap Allah Ta'ala karena melakukan perbuatan yang jelas dilarang olehNya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yang harus diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat yang mencakup tiga syaratnya, yaitu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut, menyesali perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Selanjutnya, harus diikuti dengan langkah kedua untuk menebus kejahatannya atas hak manusia, yaitu dengan mendatangi orang yang digunjingkannya kemudian minta maaf atas perbuatannya dan menunjuk-kan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicarakannya mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahuinya, maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengulanginya.
Cara Menghindari Ghibah
Untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan sulit diobati ini, ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan.
Pertama: Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah adalah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah serta turunnya adzab dariNya.
Kedua: Bahwasanya timbangan kebaikan pelaku ghibah akan pindah kepada orang yang digunjingkannya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan sama sekali, maka diambilkan dari timbangan kejahatan orang yang digunjingkannya dan ditambahkan kepada timbangan kejahatannya. Jika mengingat hal ini selalu, niscaya seseorang akan berfikir seribu kali untuk melakukan perbuatan ghibah.
Ketiga: Hendaknya orang yang melakukan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri bila membuka aib orang lain, sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.
Keempat: Jika aib orang yang hendak digunjingkan tidak ada pada dirinya sendiri, hendaknya ia segera bersyukur kepada Allah karena Dia telah menghindarkannya dari aib tersebut, bukannya malah mengotori dirinya dengan aib yang lebih besar yang berupa perbuatan ghibah.
Kelima: Selalu ingat bila ia membicarakan saudaranya, maka ia seperti orang yang makan bangkai saudaranya sendiri, sebagaimana yang difirmankan Allah: "Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?" (Al Hujuraat : 12)
Keenam: Hukumnya wajib mengi-ngatkan orang yang sedang melakukan ghibah, bahwa perbuatan tersebut hukum-nya haram dan dimurkai Allah.
Ketujuh: Selalu mengingat ayat-ayat dan hadits-hadits yang melarang ghibah dan selalu menjaga lisan agar tidak terjadi ghibah. Mudah-mudahan Allah selalu menjauhkan kita dari perbuatan yang tidak terpuji ini, amin. (Aas)
Hakikat Ghibah
Ghibah adalah membicarakan orang lain dengan hal yang tidak disenanginya bila ia mengetahuinya, baik yang disebut-sebut itu kekurangan yang ada pada badan, nasab, tabiat, ucapan maupun agama hingga pada pakaian, rumah atau harta miliknya yang lain. Menyebut kekurangannya yang ada pada badan seperti mengatakan ia pendek, hitam, kurus dan lain sebagainya. Atau pada agamanya seperti mengatakan ia pembohong, fasik, munafik dan lain-lain. Kadang orang tidak sadar ia telah melakukan ghibah, dan saat diperingatkan ia menjawab: "Yang saya katakan ini benar adanya!" Padahal Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan tegas menyatakan perbuatan tersebut adalah ghibah. Ketika ditanyakan kepada beliau, bagaimana bila yang disebut-sebut itu memang benar adanya pada orang yang sedang digunjing-kan, beliau menjawab: "Jika yang engkau gunjingkan benar adanya pada orang tersebut, maka engkau telah melakukan ghibah, dan jika yang engkau sebut tidak ada pada orang yang engkau sebut, maka engkau telah melakukan dusta atasnya." (HR. Muslim)
Ghibah tidak terbatas dengan lisan saja, namun juga bisa terjadi dengan tulisan atau isyarat seperti kerdipan mata, gerakan tangan, cibiran bibir dan sebagainya. Sebab intinya adalah memberitahukan kekurangan seseorang kepada orang lain. Suatu ketika ada seorang wanita datang kepada 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Ketika wanita itu sudah pergi, 'Aisyah mengisyaratkan dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu berbadan pendek. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam lantas bersabda: "Engkau telah melakukan ghibah!" Semisal dengan ini adalah gerakan memperagakan orang lain seperti menirukan cara jalan seseorang, cara berbicaranya dan lain-lain. Bahkan yang demikian ini lebih parah daripada ghibah, karena di samping mengandung unsur memberitahu kekurangan orang, juga mengandung tujuan mengejek atau meremehkan.
Tak kalah meluasnya adalah ghibah dengan tulisan, karena tulisan adalah lisan kedua. Media massa sudah tidak segan dan malu-malu lagi membuka aib seseorang yang paling rahasia sekalipun. Yang terjadi kemudian, sensor perasaan malu masyarakat menurun sampai pada tingkat yang paling rendah. Aib tidak lagi dirasakan sebagai aib yang seharusnya ditutupi, perbuatan dosa menjadi makanan sehari-hari.
Bentuk Ghibah
Ghibah mempunyai berbagai macam dan bentuk, yang paling buruk adalah ghibah yang disertai dengan riya' seperti mengatakan: "Saya berlindung kepada Allah dari perbuatan yang tidak tahu malu semacam ini, semoga Allah menjagaku dari perbuatan itu." padahal maksudnya mengungkapkan ketidaksenangannya kepada orang lain, namun ia menggunakan ungkapan doa untuk mengutarakan maksudnya. Kadang orang melakukan ghibah dengan cara pujian, seperti mengatakan: "Betapa baik orang itu, tidak pernah meninggalkan kewajibannya, namun sayang ia mempunyai perangai seperti yang banyak kita miliki, kurang sabar." Ia menyebut juga dirinya dengan maksud mencela orang lain dan mengisyaratkan dirinya termasuk golongan orang-orang shalih yang selalu menjaga diri dari ghibah. Bentuk ghibah yang lain misalnya mengucapkan: "Saya kasihan terhadap teman kita yang selalu diremehkan ini. Saya berdoa kepada Allah agar dia tidak lagi diremehkan." Ucapan semacam ini bukanlah doa, karena jika ia menginginkan doa untuknya, tentu ia akan mendoakannya dalam kesendiriannya dan tidak menguta-rakannya semacam itu.
Ghibah yang Dibolehkan
Tidak semua jenis ghibah dilarang dalam agama. Ada beberapa jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang benar, dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah. Setidaknya ada enam jenis ghibah yang diperbolehkan:
Pertama: Melaporkan perbuatan aniaya. Orang yang teraniaya boleh mela-porkan kepada hakim dengan mengatakan ia telah dianiaya oleh seseorang. Pada dasarnya ini adalah perbuatan ghibah, namun karena dimaksudkan untuk tujuan yang benar, maka hal ini diperbolehkan dalam agama.
Kedua: Usaha untuk mengubah kemungkaran dan membantu seseorang keluar dari perbuatan maksiat, seperti mengutarakan kepada orang yang mem-punyai kekuasaan untuk mengubah kemungkaran: "Si Fulan telah berbuat tidak benar, cegahlah dia!" Maksudnya adalah meminta orang lain untuk mengubah kemungkaran. Jika tidak bermaksud demikian, maka ucapan tadi adalah ghibah yang diharamkan.
Ketiga: Untuk tujuan meminta nasehat. Misalnya dengan mengucapkan: "Ayah saya telah berbuat begini kepada saya, apakah perbuatannya itu diperbolehkan? Bagaimana caranya agar saya tidak diperlakukan demikian lagi? Bagaimana cara mendapatkan hak saya?" Ungkapan demikian ini diperbolehkan. Tapi lebih selamat bila ia mengutarakannya dengan ungkapan misalnya: "Bagaimana hukum-nya bila ada seseorang yang berbuat begini kepada anaknya, apakah hal itu diperboleh-kan?" Ungkapan semacam ini lebih selamat karena tidak menyebut orang tertentu.
Keempat: Untuk memperingatkan atau menasehati kaum muslimin . Contoh dalam hal ini adalah jarh (menyebut cela perawi hadits) yang dilakukan para ulama hadits. Hal ini diper-bolehkan menurut ijma' ulama, bahkan menjadi wajib karena mengandung masla-hat untuk umat Islam.
Kelima: Bila seseorang berterus terang dengan menunjukkan kefasikan dan kebid'ahan, seperti minum arak, berjudi dan lain sebagainya, maka boleh menyebut seseorang tersebut dengan sifat yang dimaksudkan, namun ia tidak boleh menyebutkan aib-aibnya yang lain.
Keenam: Untuk memberi penjelasan dengan suatu sebutan yang telah masyhur pada diri seseorang. Seperti menyebut dengan sebutan si bisu, si pincang dan lainnya. Namun hal ini tidak diperbolehkan bila dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan seseorang. Tapi alangkah baiknya bila memanggilnya dengan julukan yang ia senangi.
Taubat dari Ghibah
Menurut ijma' ulama ghibah termasuk dosa besar. Pada dasarnya orang yang melakukan ghibah telah melakukan dua kejahatan; kejahatan terhadap Allah Ta'ala karena melakukan perbuatan yang jelas dilarang olehNya dan kejahatan terhadap hak manusia. Maka langkah pertama yang harus diambil untuk menghindari maksiat ini adalah dengan taubat yang mencakup tiga syaratnya, yaitu meninggalkan perbuatan maksiat tersebut, menyesali perbuatan yang telah dilakukan dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Selanjutnya, harus diikuti dengan langkah kedua untuk menebus kejahatannya atas hak manusia, yaitu dengan mendatangi orang yang digunjingkannya kemudian minta maaf atas perbuatannya dan menunjuk-kan penyesalannya. Ini dilakukan bila orang yang dibicarakannya mengetahui bahwa ia telah dibicarakan. Namun apabila ia belum mengetahuinya, maka bagi yang melakukan ghibah atasnya hendaknya mendoakannya dengan kebaikan dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mengulanginya.
Cara Menghindari Ghibah
Untuk mengobati kebiasaan ghibah yang merupakan penyakit yang sulit dideteksi dan sulit diobati ini, ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan.
Pertama: Selalu mengingat bahwa perbuatan ghibah adalah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah serta turunnya adzab dariNya.
Kedua: Bahwasanya timbangan kebaikan pelaku ghibah akan pindah kepada orang yang digunjingkannya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan sama sekali, maka diambilkan dari timbangan kejahatan orang yang digunjingkannya dan ditambahkan kepada timbangan kejahatannya. Jika mengingat hal ini selalu, niscaya seseorang akan berfikir seribu kali untuk melakukan perbuatan ghibah.
Ketiga: Hendaknya orang yang melakukan ghibah mengingat dulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya. Dengan demikian akan timbul perasaan malu pada diri sendiri bila membuka aib orang lain, sementara dirinya sendiri masih mempunyai aib.
Keempat: Jika aib orang yang hendak digunjingkan tidak ada pada dirinya sendiri, hendaknya ia segera bersyukur kepada Allah karena Dia telah menghindarkannya dari aib tersebut, bukannya malah mengotori dirinya dengan aib yang lebih besar yang berupa perbuatan ghibah.
Kelima: Selalu ingat bila ia membicarakan saudaranya, maka ia seperti orang yang makan bangkai saudaranya sendiri, sebagaimana yang difirmankan Allah: "Dan janganlah sebagian kamu menggunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?" (Al Hujuraat : 12)
Keenam: Hukumnya wajib mengi-ngatkan orang yang sedang melakukan ghibah, bahwa perbuatan tersebut hukum-nya haram dan dimurkai Allah.
Ketujuh: Selalu mengingat ayat-ayat dan hadits-hadits yang melarang ghibah dan selalu menjaga lisan agar tidak terjadi ghibah. Mudah-mudahan Allah selalu menjauhkan kita dari perbuatan yang tidak terpuji ini, amin. (Aas)
Wasiat Imam Syafi'e
Barangsiapa yang ingin meninggalkan dunia dengan selamat hendaklah dia mengamalkan 10 perkara berikut :
Pertama :Hak Kepada Diri iaitu mengurangkan tidur, mengurangkan makan, mengurangkan percakapan dan berpada-pada dengan rezeki yang ada.
Kedua :Hak Kepada Malaikat Maut iaitu mengaqadhakan kewajipan-kewajipan yang tertinggal, mendapatkan kemaafan daripada orang yang dizalimi, membuat persediaan bagi mati dan merasa cinta kepada Allah
Ketiga :Hak Kepada Kubur iaitu membuang tabiat suka menabur fitnah, membuang tabiat kencing merata-rata, memperbanyakkan solat Tahajjud dan membantu orang yang dizalimi.
Keempat :Hak Kepada Munkar Nakir iaitu tidak berdusta, meninggalkan maksiat dan nasihat menasihati.
Kelima :Hak Kepada Mizan iaitu menahan kemarahan, banyak berzikir, mengikhlaskan amalan dan sanggup menanggung kesulitan
Keenam :Hak Kepada Sirat iaitu membuang tabiat suka mengumpat, wara', suka membantu orang beriman da suka berjemaah.
Ketujuh :Hak Kepada Malik iaitu banyak menangis kerana takut kepada azab Allah, berbuat baik kepada kedua ibubapa, bersedeqah ketika terang dan sembunyi dan memperelokkan akhlak.
Kelapan :Hak Kepada Ridhwan iaitu merasa redha kepada qadha Allah, bersabar menerima bala, bersyukur kepada nikmat Allah dan bertaubat daripada maksiat.
Kesembilan :Hak Kepada Rasulullah SAW iaitu berselawat ke atasnya, berpegang dengan syariat, bergantung dengan Sunnah, menyayangi para sahabat dan bersaing dalam mencari kelebihan daripada Allah SWT.
Kesepuluh :Hak Kepada Allah SWT iaitu mengajak manusia ke arah kebaikan, mencegah manusia daripada kemungkaran, menyukai ketaatan dan membenci kemaksiatan.
Pertama :Hak Kepada Diri iaitu mengurangkan tidur, mengurangkan makan, mengurangkan percakapan dan berpada-pada dengan rezeki yang ada.
Kedua :Hak Kepada Malaikat Maut iaitu mengaqadhakan kewajipan-kewajipan yang tertinggal, mendapatkan kemaafan daripada orang yang dizalimi, membuat persediaan bagi mati dan merasa cinta kepada Allah
Ketiga :Hak Kepada Kubur iaitu membuang tabiat suka menabur fitnah, membuang tabiat kencing merata-rata, memperbanyakkan solat Tahajjud dan membantu orang yang dizalimi.
Keempat :Hak Kepada Munkar Nakir iaitu tidak berdusta, meninggalkan maksiat dan nasihat menasihati.
Kelima :Hak Kepada Mizan iaitu menahan kemarahan, banyak berzikir, mengikhlaskan amalan dan sanggup menanggung kesulitan
Keenam :Hak Kepada Sirat iaitu membuang tabiat suka mengumpat, wara', suka membantu orang beriman da suka berjemaah.
Ketujuh :Hak Kepada Malik iaitu banyak menangis kerana takut kepada azab Allah, berbuat baik kepada kedua ibubapa, bersedeqah ketika terang dan sembunyi dan memperelokkan akhlak.
Kelapan :Hak Kepada Ridhwan iaitu merasa redha kepada qadha Allah, bersabar menerima bala, bersyukur kepada nikmat Allah dan bertaubat daripada maksiat.
Kesembilan :Hak Kepada Rasulullah SAW iaitu berselawat ke atasnya, berpegang dengan syariat, bergantung dengan Sunnah, menyayangi para sahabat dan bersaing dalam mencari kelebihan daripada Allah SWT.
Kesepuluh :Hak Kepada Allah SWT iaitu mengajak manusia ke arah kebaikan, mencegah manusia daripada kemungkaran, menyukai ketaatan dan membenci kemaksiatan.
15 Sebab Turunnya Bala
Mengapa Manusia Ditimpa Bencana? Dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh At-Tarmizi daripada Ali bin Abu Talib, Rasulullah saw bersabda yang bermaksud: "Apabila umatku melakukan 15 perkara berikut, maka layaklah mereka ditimpa bencana iaitu:
1. Apabila harta yang dirampas (daripada peperangan) diagih-agihkan kepada orang-orang yang tertentu sahaja.
2. Apabila zakat dikeluarkan kerana penebus kesalahan (terpaksa).
3. Apabila sesuatu yang diamanahkan menjadi milik sendiri.
4. Apabila suami terlalu mentaati isteri.
5. Apabila anak-anak menderhakai ibu bapa masing-masing.
6. Apabila seseorang lebih memuliakan teman daripada ibu bapa sendiri.
7. Apabila kedengaran banyak bunyi bising.
8. Apabila lebih ramai berbicara mengenai hak keduniaan di dalam masjid.
9. Apabila sesuatu kaum itu terdiri daripada orang yang dihina oleh mereka.
10. Apabila memuliakan seseorang kerana takutkan tindakan buruknya.
11. Apabila arak menjadi minuman biasa.
12. Apabila lelaki memakai sutera.
13. Apabila perempuan dijemput menghiburkan lelaki.
14. Apabila wanita memainkan alat-alat muzik.
15. Apabila orang yang terkemudian menghina orang terdahulu, maka pada saat itu tunggulah bala yang akan menimpa dalam bentuk angin merah (puting beliung) atau gerak gempa yang maha dahsyat atau tanaman yang tidak menjadi.
Seandainya kita sama-sama merenungi hadis di atas, tidak dapat tidak kita akan menerima hakikat bahawa bencana yang menimpa sesuatu kaum itu adalah berpunca daripada perbuatan mereka sendiri. Oleh itu, kembali kepada yang dituntut oleh Islam, semoga kehidupan kita akan dirahmati keamanan dari dunia hingga ke akhirat.
1. Apabila harta yang dirampas (daripada peperangan) diagih-agihkan kepada orang-orang yang tertentu sahaja.
2. Apabila zakat dikeluarkan kerana penebus kesalahan (terpaksa).
3. Apabila sesuatu yang diamanahkan menjadi milik sendiri.
4. Apabila suami terlalu mentaati isteri.
5. Apabila anak-anak menderhakai ibu bapa masing-masing.
6. Apabila seseorang lebih memuliakan teman daripada ibu bapa sendiri.
7. Apabila kedengaran banyak bunyi bising.
8. Apabila lebih ramai berbicara mengenai hak keduniaan di dalam masjid.
9. Apabila sesuatu kaum itu terdiri daripada orang yang dihina oleh mereka.
10. Apabila memuliakan seseorang kerana takutkan tindakan buruknya.
11. Apabila arak menjadi minuman biasa.
12. Apabila lelaki memakai sutera.
13. Apabila perempuan dijemput menghiburkan lelaki.
14. Apabila wanita memainkan alat-alat muzik.
15. Apabila orang yang terkemudian menghina orang terdahulu, maka pada saat itu tunggulah bala yang akan menimpa dalam bentuk angin merah (puting beliung) atau gerak gempa yang maha dahsyat atau tanaman yang tidak menjadi.
Seandainya kita sama-sama merenungi hadis di atas, tidak dapat tidak kita akan menerima hakikat bahawa bencana yang menimpa sesuatu kaum itu adalah berpunca daripada perbuatan mereka sendiri. Oleh itu, kembali kepada yang dituntut oleh Islam, semoga kehidupan kita akan dirahmati keamanan dari dunia hingga ke akhirat.
25 Pesanan Luqman al-Hakim
01 - Hai anakku: ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yg dalam, banyak manusia yg karam ke dalamnya. Bila engkau ingin selamat, agar jangan karam, layarilah lautan itu dengan SAMPAN yg bernama TAKWA, ISInya ialah IMAN dan LAYARnya adalah TAWAKKAL kepada ALLAH.
02 - orang - orang yg sentiasa menyediakan dirinya utk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari ALLAH. Orang yg insaf dan sedar setalah menerima nasihat orang lain, dia akan sentiasa menerima kemulian dari ALLAH juga.
03 - Hai anakku; orang yg merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kpd ALLAH, maka dia tawadduk kepada ALLAH, dia akan lebih dekat kepada ALLAH dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepada ALLAH.
04 - Hai anakku; seandainya ibubapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang dilakukanmu, maka marahnya ibubapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman.
05 - Jauhkan dirimu dari berhutang, kerana sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.
06 - Dan selalulah berharap kpd ALLAH tentang sesuatu yg menyebabkan untuk tidak menderhakai ALLAH. Takutlah kpd ALLAH dengan sebenar benar takut ( takwa ), tentulah engkau akan terlepas dr sifat berputus asa dari rahmat ALLAH.
07 - Hai anakku; seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya kerana tidak dipercayai orang dan seorang yg telah rosak akhlaknya akan sentiasa banyak melamunkan hal hal yg tidak benar. Ketahuilah, memindahkan batu besar dr tempatnya semula itu lebih mudah drpd memberi pengertian kpd orang yg tidak mahu mengerti.
08 - Hai anakku; engkau telah merasakan betapa beratnya mengankat batu besar dan besi yg amat berat, tetapi akan lebih lagi drpd semua itu, adalah bilamana engkau mempunyai tetangga (jiran) yg jahat.
09 - Hai anakku; janganlah engkau mengirimkan orang yg bodoh sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.
10 - Jauhilah bersifat dusta, sebab dusta itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit sahaja berdusta itu telah memberikan akibat yg berbahaya.
11 - Hai anakku; bila engkau mempunyai dua pilihan, takziah orang mati atau hadir majlis perkahwinan, pilihlah utk menziarahi orang mati, sebab ianya akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedang kan menghadiri pesta perkahwinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi sahaja.
12 - janganlah engkau makan sampai kenyang yg berlebihan, kerana sesungguhnya makan yg terlalu kenyang itu adalah lebih baiknya bila makanan itu diberikan kpd anjing sahaja.
13 - Hai anakku; janganlah engkau langsung menelan sahaja kerana manisnya barang dan janganlah langsung memuntahkan saja pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.
14 - Makanlah makananmu bersama sama dengan orang orang yg takwa dan musyawarahlah urusanmu dengan para alim ulamak dengan cara meminta nasihat dari mereka.
15 - Hai anakku; bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah bagaikan orang yg mencari kayu bakar, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih mahu menambahkannya.
16 - Hai anakku; bilamana engkau mahu mencari kawan sejati, maka ujilah terlebih dahulu dengan berpura pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu dia masih berusaha menginsafkan kamu,maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati hatilah.
17 - selalulah baik tuturkata dan halus budibahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yg pernah memberikan barang yg berharga.
18 - Hai anakku; bila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanyasebagai orang yg tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yg mengharapkan sesuatu darimu.
19 - Jadikanlah dirimu dalam segala tingkahlaku sebagai orang yg tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain kerana itu adalah sifat riya~ yg akan mendatangkan cela pd dirimu.
20 - Hai anakku; janganlah engkau condong kpd urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan olah dunia saja kerana engkau diciptakan ALLAH bukanlah untuk dunia sahaja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.
21 - Hai anakku; usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata kata yg busuk dan kotor serta kasar, kerana engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, usahakanlah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.
22 - Hai anakku; janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan kerana sesuatu yg menggelikan, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yg pasti, janganlah engkau bertanya sesuatun yang tidak ada guna bagimu, janganlah mensia siakan hartamu.
23 - Barang sesiapa yg penyayang tentu akan disayangi, sesiapa yg pendiam akan selamat daripada berkata yg mengandungi racun, dan sesiapa yg tidak dapat menahan lidahnya dr berkata kotor tentu akan menyesal.
24 - Hai anakku; bergaullah rapat dengan orang yg alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya kerana sesungguhnya sejuklah hati ini mendengarkan nasihatnya, hiduplah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata katanya bagaikan tanah yg subur lalu disirami air hujan.
25 - Hai anakku; ambillah harta dunia sekadar keperluanmu sahaja, dan nafkahkanlah yg selebihnya untuk bekalan akhiratmu. Jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang atau bakul sampah kerana nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya kerana sesungguhnya yg engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka. Janganlah engkau bertemankan dengan orang yg bersifat talam dua muka, kelak akan membinasakan dirimu.
02 - orang - orang yg sentiasa menyediakan dirinya utk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari ALLAH. Orang yg insaf dan sedar setalah menerima nasihat orang lain, dia akan sentiasa menerima kemulian dari ALLAH juga.
03 - Hai anakku; orang yg merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kpd ALLAH, maka dia tawadduk kepada ALLAH, dia akan lebih dekat kepada ALLAH dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepada ALLAH.
04 - Hai anakku; seandainya ibubapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang dilakukanmu, maka marahnya ibubapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman.
05 - Jauhkan dirimu dari berhutang, kerana sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.
06 - Dan selalulah berharap kpd ALLAH tentang sesuatu yg menyebabkan untuk tidak menderhakai ALLAH. Takutlah kpd ALLAH dengan sebenar benar takut ( takwa ), tentulah engkau akan terlepas dr sifat berputus asa dari rahmat ALLAH.
07 - Hai anakku; seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya kerana tidak dipercayai orang dan seorang yg telah rosak akhlaknya akan sentiasa banyak melamunkan hal hal yg tidak benar. Ketahuilah, memindahkan batu besar dr tempatnya semula itu lebih mudah drpd memberi pengertian kpd orang yg tidak mahu mengerti.
08 - Hai anakku; engkau telah merasakan betapa beratnya mengankat batu besar dan besi yg amat berat, tetapi akan lebih lagi drpd semua itu, adalah bilamana engkau mempunyai tetangga (jiran) yg jahat.
09 - Hai anakku; janganlah engkau mengirimkan orang yg bodoh sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.
10 - Jauhilah bersifat dusta, sebab dusta itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit sahaja berdusta itu telah memberikan akibat yg berbahaya.
11 - Hai anakku; bila engkau mempunyai dua pilihan, takziah orang mati atau hadir majlis perkahwinan, pilihlah utk menziarahi orang mati, sebab ianya akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedang kan menghadiri pesta perkahwinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi sahaja.
12 - janganlah engkau makan sampai kenyang yg berlebihan, kerana sesungguhnya makan yg terlalu kenyang itu adalah lebih baiknya bila makanan itu diberikan kpd anjing sahaja.
13 - Hai anakku; janganlah engkau langsung menelan sahaja kerana manisnya barang dan janganlah langsung memuntahkan saja pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.
14 - Makanlah makananmu bersama sama dengan orang orang yg takwa dan musyawarahlah urusanmu dengan para alim ulamak dengan cara meminta nasihat dari mereka.
15 - Hai anakku; bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah bagaikan orang yg mencari kayu bakar, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih mahu menambahkannya.
16 - Hai anakku; bilamana engkau mahu mencari kawan sejati, maka ujilah terlebih dahulu dengan berpura pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu dia masih berusaha menginsafkan kamu,maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati hatilah.
17 - selalulah baik tuturkata dan halus budibahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yg pernah memberikan barang yg berharga.
18 - Hai anakku; bila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanyasebagai orang yg tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yg mengharapkan sesuatu darimu.
19 - Jadikanlah dirimu dalam segala tingkahlaku sebagai orang yg tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain kerana itu adalah sifat riya~ yg akan mendatangkan cela pd dirimu.
20 - Hai anakku; janganlah engkau condong kpd urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan olah dunia saja kerana engkau diciptakan ALLAH bukanlah untuk dunia sahaja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.
21 - Hai anakku; usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata kata yg busuk dan kotor serta kasar, kerana engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, usahakanlah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.
22 - Hai anakku; janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan kerana sesuatu yg menggelikan, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yg pasti, janganlah engkau bertanya sesuatun yang tidak ada guna bagimu, janganlah mensia siakan hartamu.
23 - Barang sesiapa yg penyayang tentu akan disayangi, sesiapa yg pendiam akan selamat daripada berkata yg mengandungi racun, dan sesiapa yg tidak dapat menahan lidahnya dr berkata kotor tentu akan menyesal.
24 - Hai anakku; bergaullah rapat dengan orang yg alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya kerana sesungguhnya sejuklah hati ini mendengarkan nasihatnya, hiduplah hati ini dengan cahaya hikmah dari mutiara kata katanya bagaikan tanah yg subur lalu disirami air hujan.
25 - Hai anakku; ambillah harta dunia sekadar keperluanmu sahaja, dan nafkahkanlah yg selebihnya untuk bekalan akhiratmu. Jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang atau bakul sampah kerana nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya kerana sesungguhnya yg engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka. Janganlah engkau bertemankan dengan orang yg bersifat talam dua muka, kelak akan membinasakan dirimu.
Balasan orang yang meninggalkan sembahyang
Dalam sebuah hadis menerangkan bahwa Rasulullah S.A.W telah bersabda : "Barangsiapa yang mengabaikan solat secara berjemaah maka Allah S.W.T akan mengenakan 12 tindakan yang merbahaya ke atasnya.
Tiga darinya akan dirasainya semasa di dunia ini antaranya :-
1. · Allah S.W.T akan menghilangkan berkat dari usahanya dan begitu juga terhadap rezekinya.
2. · Allah S.W.T mencabut nur orang-orang mukmin daripadanya.
3. · Dia akan dibenci oleh orang-orang yang beriman.
Tiga macam bahaya adalah ketika dia hendak mati, antaranya :
1. · Ruh dicabut ketika dia di dalam keadaan yang sangat haus walaupun ia telah meminum seluruh air laut.
2. · Dia akan merasa yang amat pedih ketika ruh dicabut keluar.
3. · Dia akan dirisaukan akan hilang imannya.
Tiga macam bahaya yang akan dihadapinya ketika berada di dalam kubur, antaranya :-
1. · Dia akan merasa susah terhadap pertanyaan malaikat mungkar dan nakir yang sangat menggerunkan.
2. · Kuburnya akan menjadi cukup gelap.
3. · Kuburnya akan menghimpit sehingga semua tulang rusuknya berkumpul (seperti jari bertemu jari).
Tiga lagi azab nanti di hari kiamat, antaranya :
1. Hisab ke atsanya menjadi sangat berat.
2. Allah S.W.T sangat murka kepadanya.
Allah S.W.T akan menyiksanya dengan api neraka.
Tiga darinya akan dirasainya semasa di dunia ini antaranya :-
1. · Allah S.W.T akan menghilangkan berkat dari usahanya dan begitu juga terhadap rezekinya.
2. · Allah S.W.T mencabut nur orang-orang mukmin daripadanya.
3. · Dia akan dibenci oleh orang-orang yang beriman.
Tiga macam bahaya adalah ketika dia hendak mati, antaranya :
1. · Ruh dicabut ketika dia di dalam keadaan yang sangat haus walaupun ia telah meminum seluruh air laut.
2. · Dia akan merasa yang amat pedih ketika ruh dicabut keluar.
3. · Dia akan dirisaukan akan hilang imannya.
Tiga macam bahaya yang akan dihadapinya ketika berada di dalam kubur, antaranya :-
1. · Dia akan merasa susah terhadap pertanyaan malaikat mungkar dan nakir yang sangat menggerunkan.
2. · Kuburnya akan menjadi cukup gelap.
3. · Kuburnya akan menghimpit sehingga semua tulang rusuknya berkumpul (seperti jari bertemu jari).
Tiga lagi azab nanti di hari kiamat, antaranya :
1. Hisab ke atsanya menjadi sangat berat.
2. Allah S.W.T sangat murka kepadanya.
Allah S.W.T akan menyiksanya dengan api neraka.
Ilmu Faraidh
ILMU PUSAKA ISLAM
Perkataan Faraid dari segi bahasa mempunyai maksud yang banyak. Antaranya ialah menentukan, memastikan, menghalalkan dan mewajibkan. Menurut istilah syarak, Faraid adalah pembahagian harta seorang Islam yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan wasiat sebelum kematiannya. Maka harta peninggalannya akan di bahagikan kepada ahli warisnya (seperti anak, isteri, suami, ibu dll), menurut hukum Islam. Harta yang dibahagikan kepada ahli waris adalah baki harta yang ditinggalkan setelah ditolak segala pembiayaan pengurusan jenazah, hutang pewaris (zakat, nazar, dll) dan wasiat yang dibenarkan oleh syarak. Bentuk harta yang boleh dibahagikan secara Faraid ialah:
1. Tanah 2. Bangunan (rumah). 3. Barang kemas (emas, perak dll). 4. Insurans dan Wang tunai (sama ada dilaburkan atau tidak). 5. Binatang ternakan seperti kambing, lembu, unta, kerbau dll.
CARA PENGAMBILAN HARTA PUSAKA
Jalan untuk melakukan pembahagian pusaka ialah dengan terlebih dahulu meneliti siapakah di antara waris yang berhak menerima pusaka dengan jalan Ashabul-Furud, kemudian dicari
siapakah yang Mahjud, barulah bakinya diberikan kepada yang berhak menerima Asabah.
1. Ashabul-Furud
Golongan ini mengambil pusaka menurut bahagian yang telah ditetapkan oleh syarak iaitu sama ada 1/2, 1/3, 1/4, 2/3, 1/6 atau 1/8. Mereka terdiri daripada isteri atau suami, ibu atau nenek, bapa atau datuk, anak perempuan atau cucu perempuan, saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapa dan saudara seibu.
2. Asabah
Merupakan golongan yang akan terima baki setelah semua golongan (1) mendapat bahagian golongan asabah. Terdapat 3 jenis asabah iaitu: (a) Asabah Binafsih (b) Asabah Bil Ghoir (c) Asabah Maal Ghoir.
(a) Asabah Binafsih
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabisi semua harta, atau mengambil semua sisa untuk sekelian orang lelaki, tidak bersebab atau beserta orang lain. Mereka terdiri daripada 12 orang lelaki iaitu bapa, datuk, anak lelaki, cucu lelaki anak lelaki, saudara lelaki kandung, saudara lelaki sebapa, anak lelaki saudara lelaki kandung, anak lelaki saudara lelaki sebapa, bapa saudara kandung, bapa saudara sebapa, anak lelaki bapa sudara kandung dan anak lelaki bapa saudara sebapa.
(b) Asabah Bil Ghoir
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabiskan semua harta, atau pengambilan semua baki untuk semua perempuan dengan sebab adanya orang lelaki lain. Terdiri daripada 4 orang iaitu: anak perempuan atau lelaki, cucu perempuan atau lelaki, saudara kandung perempuan atau lelaki, saudara sebapa atau lelaki perempuan.
(c) Asabah Maal Ghoir
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabisi semua harta, atau mengambil semua sisa untuk sekelian orang perempuan sebab beserta orang perempuan lain. Terdiri daripada 2 orang perempuan iaitu: saudara perempuan kandung dan saudara perempuan sebapa (berkongsi dengan anak atau cucu perempuan).
3. Dhawil-Arham
Golongan ini akan menggantikan golongan (1) dan (2) setelah kedua-duanya tiada kecuali suami atau isteri tidak menghalang golongan ini mengambil bahagian harta. Tetapi biasanya golongan ini akan terhalang menerima harta. Keadaan ini disebut hijab iaitu dinding yang menjadi penghalang seseorang daripada ahli waris untuk menerima pusaka kerana masih ada ahli waris yang masih dekat hubungan kekeluargaannya dengan simati. Terdapat 4 golongan Dhawil-Arham (masih ada hubungan kerabat) iaitu: golongan datuk dan nenek, golongan cucu dan cicit (anak dari cucu), golongan anak saudara dari saudara perempuan dan golongan bapa saudara atau emak saudara atau saudara lelaki atau perempuan ibu. Manakala hijab yang telah disebutkan tadi terdiri daripada 2 jenis iaitu:
1. Hijab Nuqshon dan
2. Hijab Hirman.
(a) Hijab Nuqshon
Terhalang dengan mengurangi pembahagian ahli waris dari menerima pembahagian Ashabul-Furud yang lebih banyak menjadi lebih sedikit, kerana masih ada ahli waris lain yang bersama-samanya. Seperti suami dari menerima setengah menjadi seperempat kerana ada anak atau cucu.
(b) Hijab Hirman
Terhalang dengan tidak menerima pembahagian pusaka sama sekali kerana masih terdapat ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang mati yang lebih berhak untuk menerima harta pusaka. Misalnya saudara lelaki sebapa terhalang kerana adanya saudara lelaki kandung dan datuk terhalang sebab adanya bapa.
SENARAI AHLI-AHLI WARIS YANG LAYAK MENERIMA HARTA PUSAKA
Terdapat 15 ahli waris dari pihak lelaki dan 10 ahli waris dari dari pihak perempuan yang utama dan layak menerima harta pusaka.
Waris dari pihak lelaki seperti berikut: 1. Anak lelaki 2. Cucu lelaki dari anak lelaki 3. Bapa 4. Datuk 5. Saudara lelaki seibu sebapa 6. Saudara lelaki sebapa 7. Saudara lelaki seibu 8. Anak saudara lelaki dari seibu sebapa 9. Anak saudara lelaki dari seibu atau sebapa 10. Bapa saudara seibu sebapa 11. Bapa saudara sebapa 12. Sepupu dari bapa saudara seibu sebapa 13. Sepupu dari bapa saudara sebapa 14. Suami 15. Hamba sahaya
Jika kesemua waris lelaki di atas wujud, maka hanya tiga orang sahaja yang layak iaitu: 1. Bapa 2. Anak lelaki 3. Suami
Ahli-ahli waris perempuan yang layak menerima harta pusaka iaitu: 1. Anak perempuan 2. Cucu perempuan dari anak lelaki 3. Ibu 4. Nenek sebelah ibu 5. Nenek sebelah bapa 6. Saudara perempuan seibu sebapa 7. Saudara perempuan seibu 8. Saudara perempuan sebapa 9. Isteri 10. Petuan perempuan bagi hamba sahaya
Jika kesemua ahli waris diatas wujud, hanya 5 orang yang layak: 1. Anak perempuan 2. Cucu perempuan dari anak lelaki 3. Ibu 4. Saudara perempuan seibu sebapa 5. Isteri
Jika kesemua 25 waris lelaki dan perempuan masih hidup, maka keutamaan akan diberikan kepada hanya lima ahli waris berikut: 1. Bapa 2. Ibu 3. Anak Lelaki 4. Anak Perempuan 5. Suami/Isteri
KADAR DAN SYARAT BAGI SETIAP AHLI WARIS
Bhg diperolehi
Suami kepada simati
1/2
Tidak mempunyai anak ATAU
Tidak mempunyai cucu dari anak lelaki
1/4
Mempunyai anak ATAU
Mempunyai cucu dari anak lelaki
Bhg diperolehi
Isteri kepada simati
1/4
Tiada anak ATAU Tiada cucu dari anak lelaki
1/8
Mempunyai anak ATAU Mempunyai cucu dari anak lelaki
Bhg diperolehi
Anak Perempuan simati
1/2
Hanya seorang sahaja DAN tidak ada anak lelaki
2/3
2 orang anak perempuan atau lebih DAN tiada anak lelaki
ASABAH BI-GHAIRIH
Mempunyai anak lelaki - mendapat separuh dari bahagian anak lelaki
Bhg diperolehi
Cucu Perempuan Anak Lelaki Simati
1/2
Mempunyai seorang sahaja DAN tiada anak
2/3
Mempunyai 2 orang atau lebih DAN tiada anak
1/6
Mempunyai seorang atau lebih jika bersama-sama dengan seorang anak perempuan
ASABAH BI-
GHAIRIH
Mempunyai cucu lelaki - mendapat separuh dari bahagian cucu lelaki daripada anak lelaki
Bhg diperolehi
Bapa Simati
1/6
Mempunyai anak lelaki ATAU cucu lelaki dari anak lelaki
1/6 dan Asabah
Mempunyai anak perempuan ATAU cucu perempuan dari anak lelaki
ASABAH
Tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki
Bhg diperolehi
Ibu Kepada Simati
1/6
Mempunyai anak ATAU cucu dari anak lelaki ATAU mempunyai dua saudara kandung ATAU saudara sebapa
1/3
Tidak mempunyai anak ATAU cucu dari anak lelaki ATAU tiada dua saudara kandung ATAU saudara sebapa
1/3 dari baki
Mempunyai bapa serta suami ATAU isteri
Bhg diperolehi
Datuk Kepada Simati
Sama seperti bapa
Hanya mendapat bahagian sekiranya tiada bapa
Bhg diperolehi
Saudara Perempuan Seibu Sebapa kepada Simati
1/2
Tiada anak, cucu, bapa DAN tiada waris yang menjadikannya Asabah
2/3
Dua orang atau lebih, tiada anak, cucu, bapa DAN ahli yang menjadikannya Asabah
ASABAH
Mempunyai saudara lelaki kandung ATAU datuk
Terhalang oleh
disebabkan adanya bapa, ATAU anak lelaki ATAU cucu lelaki dari anak lelaki
Bhg diperolehi
Saudara Perempuan Sebapa kepada Simati
1/2
Hanya seorang, tiada anak, cucu,saudara kandung, bapa DAN tiada ahli yang menjadikannya Asabah
2/3
Dua orang atau lebih dengan syarat tiada cucu lelaki, saudara kandung, bapa DAN tiada ahli yang menjadikannya Asabah
1/6
Seorang atau lebih mempunyai saudara perempuan seibu sebapa
Asabah
disebabkan oleh saudara lelaki sebapa ATAU datuk
Terhalang Oleh
1. Bapa 2. Dua orang atau lebih saudara perempuan kandung 3. Seorang saudara perempuan kandung dan mempunyai anak perempuan dan cucu perempuan 4. Saudara lelaki kandung
Bhg. Diperolehi
Saudara Seibu ( Lelaki/Perempuan )
1/6
Hanya seorang, tiada bapa, datuk DAN tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki
1/3
Dua atau lebih, tiada bapa, datuk DAN tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki
Terhalang oleh
Disebabkan adanya bapa, datuk, anak dan cucu dari anak lelaki
Perkataan Faraid dari segi bahasa mempunyai maksud yang banyak. Antaranya ialah menentukan, memastikan, menghalalkan dan mewajibkan. Menurut istilah syarak, Faraid adalah pembahagian harta seorang Islam yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan wasiat sebelum kematiannya. Maka harta peninggalannya akan di bahagikan kepada ahli warisnya (seperti anak, isteri, suami, ibu dll), menurut hukum Islam. Harta yang dibahagikan kepada ahli waris adalah baki harta yang ditinggalkan setelah ditolak segala pembiayaan pengurusan jenazah, hutang pewaris (zakat, nazar, dll) dan wasiat yang dibenarkan oleh syarak. Bentuk harta yang boleh dibahagikan secara Faraid ialah:
1. Tanah 2. Bangunan (rumah). 3. Barang kemas (emas, perak dll). 4. Insurans dan Wang tunai (sama ada dilaburkan atau tidak). 5. Binatang ternakan seperti kambing, lembu, unta, kerbau dll.
CARA PENGAMBILAN HARTA PUSAKA
Jalan untuk melakukan pembahagian pusaka ialah dengan terlebih dahulu meneliti siapakah di antara waris yang berhak menerima pusaka dengan jalan Ashabul-Furud, kemudian dicari
siapakah yang Mahjud, barulah bakinya diberikan kepada yang berhak menerima Asabah.
1. Ashabul-Furud
Golongan ini mengambil pusaka menurut bahagian yang telah ditetapkan oleh syarak iaitu sama ada 1/2, 1/3, 1/4, 2/3, 1/6 atau 1/8. Mereka terdiri daripada isteri atau suami, ibu atau nenek, bapa atau datuk, anak perempuan atau cucu perempuan, saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapa dan saudara seibu.
2. Asabah
Merupakan golongan yang akan terima baki setelah semua golongan (1) mendapat bahagian golongan asabah. Terdapat 3 jenis asabah iaitu: (a) Asabah Binafsih (b) Asabah Bil Ghoir (c) Asabah Maal Ghoir.
(a) Asabah Binafsih
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabisi semua harta, atau mengambil semua sisa untuk sekelian orang lelaki, tidak bersebab atau beserta orang lain. Mereka terdiri daripada 12 orang lelaki iaitu bapa, datuk, anak lelaki, cucu lelaki anak lelaki, saudara lelaki kandung, saudara lelaki sebapa, anak lelaki saudara lelaki kandung, anak lelaki saudara lelaki sebapa, bapa saudara kandung, bapa saudara sebapa, anak lelaki bapa sudara kandung dan anak lelaki bapa saudara sebapa.
(b) Asabah Bil Ghoir
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabiskan semua harta, atau pengambilan semua baki untuk semua perempuan dengan sebab adanya orang lelaki lain. Terdiri daripada 4 orang iaitu: anak perempuan atau lelaki, cucu perempuan atau lelaki, saudara kandung perempuan atau lelaki, saudara sebapa atau lelaki perempuan.
(c) Asabah Maal Ghoir
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabisi semua harta, atau mengambil semua sisa untuk sekelian orang perempuan sebab beserta orang perempuan lain. Terdiri daripada 2 orang perempuan iaitu: saudara perempuan kandung dan saudara perempuan sebapa (berkongsi dengan anak atau cucu perempuan).
3. Dhawil-Arham
Golongan ini akan menggantikan golongan (1) dan (2) setelah kedua-duanya tiada kecuali suami atau isteri tidak menghalang golongan ini mengambil bahagian harta. Tetapi biasanya golongan ini akan terhalang menerima harta. Keadaan ini disebut hijab iaitu dinding yang menjadi penghalang seseorang daripada ahli waris untuk menerima pusaka kerana masih ada ahli waris yang masih dekat hubungan kekeluargaannya dengan simati. Terdapat 4 golongan Dhawil-Arham (masih ada hubungan kerabat) iaitu: golongan datuk dan nenek, golongan cucu dan cicit (anak dari cucu), golongan anak saudara dari saudara perempuan dan golongan bapa saudara atau emak saudara atau saudara lelaki atau perempuan ibu. Manakala hijab yang telah disebutkan tadi terdiri daripada 2 jenis iaitu:
1. Hijab Nuqshon dan
2. Hijab Hirman.
(a) Hijab Nuqshon
Terhalang dengan mengurangi pembahagian ahli waris dari menerima pembahagian Ashabul-Furud yang lebih banyak menjadi lebih sedikit, kerana masih ada ahli waris lain yang bersama-samanya. Seperti suami dari menerima setengah menjadi seperempat kerana ada anak atau cucu.
(b) Hijab Hirman
Terhalang dengan tidak menerima pembahagian pusaka sama sekali kerana masih terdapat ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang mati yang lebih berhak untuk menerima harta pusaka. Misalnya saudara lelaki sebapa terhalang kerana adanya saudara lelaki kandung dan datuk terhalang sebab adanya bapa.
SENARAI AHLI-AHLI WARIS YANG LAYAK MENERIMA HARTA PUSAKA
Terdapat 15 ahli waris dari pihak lelaki dan 10 ahli waris dari dari pihak perempuan yang utama dan layak menerima harta pusaka.
Waris dari pihak lelaki seperti berikut: 1. Anak lelaki 2. Cucu lelaki dari anak lelaki 3. Bapa 4. Datuk 5. Saudara lelaki seibu sebapa 6. Saudara lelaki sebapa 7. Saudara lelaki seibu 8. Anak saudara lelaki dari seibu sebapa 9. Anak saudara lelaki dari seibu atau sebapa 10. Bapa saudara seibu sebapa 11. Bapa saudara sebapa 12. Sepupu dari bapa saudara seibu sebapa 13. Sepupu dari bapa saudara sebapa 14. Suami 15. Hamba sahaya
Jika kesemua waris lelaki di atas wujud, maka hanya tiga orang sahaja yang layak iaitu: 1. Bapa 2. Anak lelaki 3. Suami
Ahli-ahli waris perempuan yang layak menerima harta pusaka iaitu: 1. Anak perempuan 2. Cucu perempuan dari anak lelaki 3. Ibu 4. Nenek sebelah ibu 5. Nenek sebelah bapa 6. Saudara perempuan seibu sebapa 7. Saudara perempuan seibu 8. Saudara perempuan sebapa 9. Isteri 10. Petuan perempuan bagi hamba sahaya
Jika kesemua ahli waris diatas wujud, hanya 5 orang yang layak: 1. Anak perempuan 2. Cucu perempuan dari anak lelaki 3. Ibu 4. Saudara perempuan seibu sebapa 5. Isteri
Jika kesemua 25 waris lelaki dan perempuan masih hidup, maka keutamaan akan diberikan kepada hanya lima ahli waris berikut: 1. Bapa 2. Ibu 3. Anak Lelaki 4. Anak Perempuan 5. Suami/Isteri
KADAR DAN SYARAT BAGI SETIAP AHLI WARIS
Bhg diperolehi
Suami kepada simati
1/2
Tidak mempunyai anak ATAU
Tidak mempunyai cucu dari anak lelaki
1/4
Mempunyai anak ATAU
Mempunyai cucu dari anak lelaki
Bhg diperolehi
Isteri kepada simati
1/4
Tiada anak ATAU Tiada cucu dari anak lelaki
1/8
Mempunyai anak ATAU Mempunyai cucu dari anak lelaki
Bhg diperolehi
Anak Perempuan simati
1/2
Hanya seorang sahaja DAN tidak ada anak lelaki
2/3
2 orang anak perempuan atau lebih DAN tiada anak lelaki
ASABAH BI-GHAIRIH
Mempunyai anak lelaki - mendapat separuh dari bahagian anak lelaki
Bhg diperolehi
Cucu Perempuan Anak Lelaki Simati
1/2
Mempunyai seorang sahaja DAN tiada anak
2/3
Mempunyai 2 orang atau lebih DAN tiada anak
1/6
Mempunyai seorang atau lebih jika bersama-sama dengan seorang anak perempuan
ASABAH BI-
GHAIRIH
Mempunyai cucu lelaki - mendapat separuh dari bahagian cucu lelaki daripada anak lelaki
Bhg diperolehi
Bapa Simati
1/6
Mempunyai anak lelaki ATAU cucu lelaki dari anak lelaki
1/6 dan Asabah
Mempunyai anak perempuan ATAU cucu perempuan dari anak lelaki
ASABAH
Tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki
Bhg diperolehi
Ibu Kepada Simati
1/6
Mempunyai anak ATAU cucu dari anak lelaki ATAU mempunyai dua saudara kandung ATAU saudara sebapa
1/3
Tidak mempunyai anak ATAU cucu dari anak lelaki ATAU tiada dua saudara kandung ATAU saudara sebapa
1/3 dari baki
Mempunyai bapa serta suami ATAU isteri
Bhg diperolehi
Datuk Kepada Simati
Sama seperti bapa
Hanya mendapat bahagian sekiranya tiada bapa
Bhg diperolehi
Saudara Perempuan Seibu Sebapa kepada Simati
1/2
Tiada anak, cucu, bapa DAN tiada waris yang menjadikannya Asabah
2/3
Dua orang atau lebih, tiada anak, cucu, bapa DAN ahli yang menjadikannya Asabah
ASABAH
Mempunyai saudara lelaki kandung ATAU datuk
Terhalang oleh
disebabkan adanya bapa, ATAU anak lelaki ATAU cucu lelaki dari anak lelaki
Bhg diperolehi
Saudara Perempuan Sebapa kepada Simati
1/2
Hanya seorang, tiada anak, cucu,saudara kandung, bapa DAN tiada ahli yang menjadikannya Asabah
2/3
Dua orang atau lebih dengan syarat tiada cucu lelaki, saudara kandung, bapa DAN tiada ahli yang menjadikannya Asabah
1/6
Seorang atau lebih mempunyai saudara perempuan seibu sebapa
Asabah
disebabkan oleh saudara lelaki sebapa ATAU datuk
Terhalang Oleh
1. Bapa 2. Dua orang atau lebih saudara perempuan kandung 3. Seorang saudara perempuan kandung dan mempunyai anak perempuan dan cucu perempuan 4. Saudara lelaki kandung
Bhg. Diperolehi
Saudara Seibu ( Lelaki/Perempuan )
1/6
Hanya seorang, tiada bapa, datuk DAN tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki
1/3
Dua atau lebih, tiada bapa, datuk DAN tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki
Terhalang oleh
Disebabkan adanya bapa, datuk, anak dan cucu dari anak lelaki
Subscribe to:
Posts (Atom)